
Kucing hutan merupakan salah satu karnivora dari keluarga felidae yang dapat dijumpai di Indonesia. Pemangsa kecil ini umum dijumpai di wilayah Indonesia bagian barat seperti Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Bali. Kucing hutan di Indonesia dikenal dengan nama kucing kuwuk atau kucing congok. Berbeda dengan kucing hutan di daratan utama asia (Prionailurus bengalensis), kucing hutan di Indonesia dipisahkan dengan nama ilmiah Prionailurus javanensis.
Kucing kuwuk (Prionailurus javanensis) atau dalam bahasa inggris dikenal dengan nama Sunda Leopard Cat berukuran sedikit lebih kecil dibandingkan dengan kucing domestik. Memiliki bintik-bintik bulat berwarna coklat dengan dasar bulu berwarna abu-abu kecoklatan di bagian atas dan keputihan di bagian bawah serta bintik-bintik panjang di bagian punggung. Warna latar belakang bulu tutul bervariasi dari abu-abu muda hingga kuning kecokelatan, dengan dada dan perut berwarna putih. Terdapat dua varian utama dalam pewarnaannya, yaitu: Kucing dari Jawa, Bali, dan Palawan memiliki warna abu-abu muda, terkadang kuning keabu-abuan, dengan bintik-bintik yang sangat kecil yang mungkin tidak terlihat jelas. Sedangkan yang berasal dari Sumatera, Kalimantan dan Negros memiliki warna latar belakang kuning oker yang hangat dan bintik-bintik yang lebih besar dan berbeda. Tiga garis bintik memanjang biasanya menyatu menjadi garis-garis.
Kucing kuwuk memiliki telinga yang membulat, bertubuh ramping, dengan kaki yang panjang dan jaring-jaring yang jelas di antara jari-jari kakinya. Kepalanya yang kecil ditandai dengan dua garis gelap yang menonjol dan moncong putih yang pendek dan sempit. Terdapat dua garis gelap yang membentang dari mata ke telinga, dan garis-garis putih yang lebih kecil membentang dari mata ke hidung. Bagian belakang telinganya yang agak panjang dan bulat berwarna hitam dengan bintik-bintik putih di tengah. Ekornya berukuran sekitar setengah dari panjang kepala-tubuhnya dan terlihat dengan beberapa cincin yang tidak jelas di dekat ujung hitam.
Perjumpaan kucing hutan di Tambora dan sekitarnya di awali dengan perjumpaan secara tidak langsung, yaitu berupa kotoran atau feses. Kotoran yang dijumpai di wilayah Tambora (2020-2021) diperkirakan berasal dari hewan karnivora dan mirip dengan kotoran kucing. Kumudian pada kesempatan lainnya, perjumpaan secara tidak sengaja juga terjadi saat kegiatan monitoring satwa di wilayah Dorocanga pada tahun 2021. Keberadaan jenis ini masih menjadi teka-teki, karena belum diperoleh dokumentasi secara langsung di alam. Sebagai catatan, dokumentasi yang diperoleh selama ini adalah foto kucing hutan yang mati tertabrak di jalan raya, yaitu Nanga Tumpu (2022), Labu Bili (2023), Piong (2024). Pada tahun 2024 terdapat foto dari anakan yang di temukan oleh warga di Soro. Selain catatan-catatan tersebut belum ada perjumpaan secara langsung yang didokumentasikan di wilayah Taman Nasional Tambora.
Penelusuran keberadaan jenis kucing hutan di Taman Nasional Tambora terus dilakukan. Selain pengamatan secara langsung juga dilakukan pemasangan Camera Trap atau Kamera Jebakan. Pemasangan kamera jebakan ini bertujuan untuk merekam satwa di wilayah yang di pasang serta merekam aktifitas meraka. Titik pemasangan kamera dilakukan pada daerah yang diperkirakan tempat mereka dijumpai. Seperti kubangan air atau daerah lintasan satwa. Setelah pemasangan yang dilakukan di 4 titik lokasi terdapat satu titik terang keberadaan kucing hutan di Tambora. Satwa yang tampak seperti kucing terekam di titik lokasi pemasangan, Setelah dilakukan analis terhadap rekaman yang diperoleh disimpulkan bahwa satwa yang terekam tersebut adalah Kucing Kuwuk atau Sunda Leopard Cat (Prionailurus javanensis).
Perjumpaan ini menjadi kabar baik dan menjadi dasar pengelolaan Taman Nasional Tambora kedepanya. Hutan Tambora dapat menjadi rumah yang aman untuk Karnivora kecil ini. Pengamatan, penelusuran dan penelitian lebih lanjut perlu terus dilakukan agar jenis ini dapat teridentifikasi dan terdokumentasi dengan baik.
Leave a Reply